MAKALAH
MEMBENTUK KELUARGA MUSLIM “MARHUMAH MUBARAKAH”
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Dosen :
Drs. H. Nandang Sarifudin,MSi., M.Pd.I
Oleh :
Anisa Fadilla (14.04.309)
Riyan Hepriyansah (14.04.157)
SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL
BANDUNG
2014
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
wa rohmatullohi wa barokatuh
Alhamdulillah
kami panjatkan kepada Allah
Subhanahu Wa Ta’ala,
karena dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya
akhirnya makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik.
Makalah ini membahas tentang
keluarga sakinah yang kami
beri judul : MEMBENTUK KELUARGA MUSLIM “MARHUMAH
MUBARAKAH”. Dengan dibentuknya makalah ini, kami berharap para pembaca akan
dapat mengetahui lebih banyak tentang Keluarga Marhumah Mubarakah, serta
mudah-mudahan bisa diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat kelak. Amiin.
Kami
menyadari bahwa tanpa
bantuan dari berbagai pihak,
penyusunan makalah ini tidak akan berjalan dengan
baik. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa
dalam penulisan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan pada masa yang akan datang.
Akhir
kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca
pada umumnya.
Wassalamu’alaikum
warohmatullohi wabarokatuh
Bandung,
November 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut
Undang-Undang RI nomor 1 tahun 1974 pengertian dan tujuan perkawinan terdapat
dalam satu pasal, yaitu Bab 1 pasal 1 menetapkan bahwa ”Perkawinan adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk rumah tangga, keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dengan demikian jelas bahwa diantara
tujuan pernikahan adalah membentuk sebuah rumah tangga yang sakinah, mawaddah
dan warahmah.
Sebuah
masyarakat di negara manapun adalah kumpulan dari beberapa keluarga. Apabila
keluarga kukuh, maka masyarakat akan bersih dan kukuh. Namun apabila rapuh,
maka rapuhlah masyarakat.Menikah memang tidaklah sullit, tetapi membangun
Keluarga Sakinah bukan sesuatu yang mudah. Pekerjaan membangun, pertama harus didahului
dengan adanya gambar yang merupakan konsep dari bangunan yang
diinginkan.Demikian juga membangun keluarga sakinah, terlebih dahulu orang
harus memiliki konsep tentang keluarga sakinah.
Al-Qur’an
membangunkan sebuah keluarga yang sakinah dan kuat untuk membentuk suatu
tatanan masyarakat yang memelihara aturan-aturan Allah SWT dalam
kehidupan.Aturan yang ditawarkan oleh Islam menjamin terbinanya keluarga
bahagia, lantaran nilai kebenaran yang dikandungnya, serta keselarasannya yang
ada dalam fitrah manusia.Hal demikianlah yang mendasari kami menulis makalah
ini. Pada makalah ini akan diuraikan tentang keluarga sakinah, dan
konsep-konsep cara membangun keluarga sakinah berdasarkan Al-Qur’an.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam
penmbahasan tentang Keluarga Muslim ini tentu tidak lepas dari beberapa rumusan
masalah seperti diantarnya adalah :
1.
Apa itu Keluarga Marhumah Mubarakah ?
2.
Bagaimana cara membentuk Keluarga Marhumah Mubarakah ?
3.
Bagaimana peran dan kaitan Keluarga Marhumah Mubarakah dalam masyarakat
?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulis dalam pembuatan
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Memahami pengertian Keluarga Marhumah
Mubarokah
2. Memberikan kiat-kiat menunjukkan Keluarga
Marhumah Mubarokah
3. Memberikan cara membangun hubungan yang
Islami dalam keluarga dan masyarakat.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulis dalam pembuatan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Memahami pengertian Keluarga Marhumah
Mubarokah
2. Memberikan kiat-kiat menunjukkan Keluarga
Marhumah Mubarokah
3. Memberikan cara membangun hubungan yang Islami
dalam keluarga dan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Keluarga secara sinonimnya ialah
rumah tangga, dan keluarga adalah satu institusi sosial yang berasas
karena keluarga menjadi penentu (determinant) utama tentang apa
jenis warga masyarakat. Keluarga menyuburi (nurture) dan membentuk (cultivate)
manusia yang budiman, keluarga yang
sejahtera adalah tiang dalam
pembinaan masyarakat (Sufean Hussin
dan Jamaluddin Tubah, 2004 : 1).
Menurut Dr Leha dan Zaleha Muhamat
(2005: 2), perkataan ‘keluarga’ ialah komponen masyarakat
yang terdiri daripada suami,
istri dan anak-anak atau
suami dan istri saja (sekiranya pasangan
masih belum mempunyai anak baik anak kandung/angkat atau pasangan
terus meredhai kehidupan dengan
tanpa dihiasi dengan gelagat
kehidupan anak-anak). Pengertian ini hampir sama dengan pengertian
keluarga yang dijelaskan oleh Zakaria Lemat (2003: 71)
yaitu, keluarga merupakan
kelompok paling kecil
dalam masyarakat, sekurang kurangnya
dianggotai oleh suami dan
istri atau ibu bapak dan
anak-anak. Ia adalah asas pembentukan
sebuah masyarakat. Kebahagiaan masyarakat adalah bergantung kepada setiap
keluarga yang menganggotai masyarakat.
Sedangkan
pengertian dari keluaga Marhumah Mubarakah adalah keluarga yang penuh dengan
rahmat dan barokah dari Allah SWT. Jadi keluarga yang barokah (Marhumah
Mubarokah) pada hakekaktnya adalah keluarga yang mendapatkan karunia
kebahagiaan dan kemuliaan dari Allah SWT, dimana kebahagiaan dan kemuliaan itu
senantiasa tumbuh dan bertambah dari waktu ke waktu sehingga mendatangkan
manfaat atau hikmah yang lebih banyak dan lebih luas, tidak saja untk
anggota-anggota keluarga tersebut tetapi juga untuk orang banyak.
2.2 Fungsi Keluarga
A.
Dwifungsi Keluarga
1.
Fungsi Internal
Fungsi internal dari keluarga yaitu sebagai pusat pendidikan pertama dan
utama. Perkembangan hidup setiap individu, terutama anak-anak, sangat
ditentukan oleh berfungsi tidaknya keluarga sebagai pusat pendidikan pertama
bagi mereka. Apabila keluarga mampu menjalankan fungsi pendidikan ini dengan
baik dan benar, insyaAllah akan lahir generasi-generasi Rabbi Radliyya atau
generasi-generasi yang diridhai Allah SWT.
2.
Fungsi Eksternal
Fungsi eksternal keluarga adalah sebagai unit terkecil masyarakat.
Masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok kecil yang disebut keluarga. Apabila
unit-unit keluarga dalam masyarakat berfungsi dengan baik dan benar, maka
masyarakatpun akan baik pula, dan begitupula sebaliknya.
B.
Fungsi Keluarga Lainnya
Masyarakat
adalah cerminan kondisi keluarga, jika keluarga sehat berarti masyarakatnya
juga sehat. Jika keluarga bahagia berarti masyarakatnya juga bahagia. Selain
sebagai penentu kondisi masyarakat tersebut,
keluarga juga mempunyai
beberapa fungsi lain dari sudut
pandang yang berbeda, yaitu :
1.
Fungsi Reproduksi
Keluarga
mempunyai fungsi produksi, karena keluarga
dapat menghasilkan keturunan secara sah.
2.
Fungsi Ekonomi
Kesatuan
ekonomi mandiri, anggota
keluarga mendapatkan dan
membelanjakan harta untuk memenuhi keperluan.
3.
Fungsi Protektif
Keluarga
harus senantiasa melindungi
anggotanya dari ancaman fisik,
ekonomis dan psiko sosial.
Masalah salah satu anggota
merupakan masalah bersama
seluruh anggota keluarga.
4.
Fungsi Rekreatif
Keluarga
merupakan pusat rekreasi bagi para anggotanya. Kejenuhan dapat dihilangkan
ketika sedang berkumpul atau bergurau dengan anggota keluarganya.
5.
Fungsi Afektif
Keluarga
memberikan kasih sayang, pengertian dan tolomg menolong diantara anggota
keluarganya, baik antara orang tua terhadap anak-anaknya maupun sebaliknya.
6.
Fungsi Edukatif
Keluarga memberikan pendidikan kepada
anggotanya, terutama kepada anak-anak agar anak-anak
tumbuh menjadi anak yang
mempunyai budi pekerti luhur.
Sehingga keluarga merupakan tempat pendidikan yang paling utama.
Agar
fungsi-fungsi di atas dapat dijalankan dengan baik, maka kunci utamanya
terletak oada suami da isteri. Suami dan isteri harus benar-benar mengetahui
dan menguasai tugas kewajiban masing-masing, dan harus mampu menjalankannya
dengan baik, benar dan proporsional, sesuai dengan fungsinya tersebut baik di
dalam maupun di uar rumah tangga. Karena itu, untuk membangun keluarga yang
ampu menjalankan fungsi-fungsi tersebut hanya ada satu kata ang harus dipegang
teguh oleh suami dan isteri, yaitu bahwa nereka berdua harus benar-benar
“fungsional” di dalam keluarga artinya mereka mengetahui dan konsisten dalam
menjalankan fungsinya tersebut. Jangan sampai keluarga tersebut mengalami
kedisfungsian dalam menjalankan fungsinya.
2.3 Empat Jenis Keluarga
Dilihat dari Fungsinya
Dalam konteks berfungsi atau tidaknya
suami isteri dalam sebuah keuarga, kita bisa mengelompokkan keluarga menjadi
empat jenis diantaranya :
1.
Keluarga yang “suami dan isteri” di dalamnya sama-sama fungsional
(sholeh dan berakhlak baik). Salah satu contohnya adalah keluarga Nabi Ibrahim
a.s. yang mendapatkan rahmat dan barakah dari Allah SWT.
2.
Keluarga yang “isteri”nya fungsional (sholehah dan berakhlak baik), tapi
“suami” nya tida fungsional (jahat dan berakhlak buruk). Salah satu contohnya
adalah keluarga Fir’aun yang dilaknat Allah SWT, tetapi isterinya justru
seorang perempuan yang shalehah.
3.
Keluarga yang “ suami” nya fungsional (sholehah dan berakhlak baik)
tetapi “isteri” nya tidak fungsional (jahat dan berakhlak buruk). Salah satu
contohnya adalah keluarga Nabi Nuh dan Nabi Luth a.s. Keduanya jelas sholeh
karena memang utusan Allah SWT, tetapi isteri-isteri mereka adalah orang yang
jahat dan suka berkhianat kepada Allah SWT.
4.
Keluarga yang suami dan isterinya sama-sama tidak fungsional (jahat dan
berakhlak buruk). Contohnya adalah keluarga Abu Lahab yang bersama isterinya
sangat menentang kebenaran yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW.
2.4 Membina Jamaah dalam
keluarga
Istilah “Jama’ah” memiliki konotasi
makna yang sangat luas dan dalam serta mendapat perhatian yang besar dalam
proses keberagamaan kita. Allah SWT dan Rasul-Nya sangat menyukai jama’ah dalam
banyak hal, dan tidak menyukai sikap atau perilaku sendiri-sendiri, apalagi
menjurus kepada pertikaian dan perpecahan. Jama’ah pada hakekatnya adalah
bersatunnya dua hati atau lebih dalam satu ikatan yang kokoh dan padu.
Jadi, dalam jama’ah kata kncinya ada
pada bersatunya hati (I’tilaaful Qulub), bukan sekedar pada bersatunya fisik
dalam ikatan-ikatan formal organisatoris saja atu pada aspek-aspek lahiriah
lainnya, seperti yang banyak kita saksikan dalam perkumpulan atau
organisasi-organisasi umat Islam sekarang. Bersatunya hati dalam ikatan yang
kokoh (jama’ah) inilah yang insya Allah akan mendatangkan barokah dari Allah
SWT. Seperti sabda Rasulullah SAW “Al-Barokatu ma’al jama’ah” artinya bahwa
barokah itu (selalu) bersama jama’ah.
Karena itu, untuk membangun jama’ah
daam keluarga, ada beberapa langkah yang harus dilakukan, terutama oleh suami
dan isteri yaitu antara lain :
1.
Takholli, atau membersihkan hati dari penyakit-penyakit yang bisa
menimbulkan perpecahan atau pertikaian, antara lain dengan cara berusaha saling
memahami antara suami dan isteri, melupakan perbedaan-perbedaan, memaafkan
kesalahan-kesalahan, segera minta maaf jika bersalah, dan memberi ma’af jika
disalahi.
2.
Tahalli, atau menciptakan, memlihara dan melestarikan suasana sakinah
dan qorrota a’yun dalam hati masing-masing, seperti diuraikan di atas.
3.
Tajalli, atau berusaha untuk hanya mengingat dan mengenang
kebaikan-kebaikan saja, dan melupakan kejelekan-kejelekan yang pernah muncul,
serta meyakini bahwa kebaikan-kebaikan tersebut merupakan karunia salaam dan
rahmat dari Allah SWT yang harus disyukuri menurut makna dan cara-cara
bersyukur yang sebenarnya.
2.6 Membentuk Keluarga
Muslim “Marhumah Mubarakah”
Untuk membentuk keluarga Marhumah Mubarakah
ada tiga syarat utama yang harus dipenuhi oleh suami isteri, yaitu Sakinah,
Qurrota A’yun, dan Al-Ma’ruf.
1.
Sakinah
Pengertian Keluarga Sakinah
Menurut kaidah
bahasa Indonesia, sakinah mempunyai
arti kedamaian, ketentraman, ketenangan,
kebahagiaan. Jadi keluarga sakinah mengandung makna
keluarga yang diliputi rasa damai,
tentram, juga. Jadi keluarga
sakinah adalah kondisi yang
sangat ideal dalam kehidupan keluarga.
Keluarga
sakinah juga sering disebut
sebagai keluarga yang bahagia.
Menurut pandangan Barat, keluarga bahagia atau keluarga sejahtera ialah
keluarga yang memiliki dan menikmati segala
kemewahan material. Anggota-anggota
keluarga tersebut memiliki kesehatan
yang baik yang memungkinkan
mereka menikmati limpahan
kekayaan material.
Bagi mencapai tujuan
ini, seluruh perhatian, tenaga
dan waktu ditumpukan kepada usaha
merealisasikan kecapaian kemewahan kebendaan yang dianggap sebagai perkara
pokok dan prasyarat kepada kesejahteraan (Dr. Hasan Hj. Mohd Ali, 1993 : 15). Pandangan
yang dinyatakan oleh Barat jauh berbeda dengan konsep keluarga bahagia atau
keluarga sakinah yang diterapkan oleh Islam. Menurut Dr. Hasan Hj. Mohd Ali
(1993: 18 – 19) asas kepada kesejahteraan dan
kebahagiaan keluarga di dalam Islam terletak
kepada ketaqwaan kepada Allah
Subhanahu Wa Ta’ala.
Kata sakinah itu sendiri menurut
bahasa berarti tenang atau tenteram. Dengan demikian, keluarga
sakinah berarti keluarga yang tenang atau keluarga yang tenteram.
Sebuah keluarga bahagia, sejahtera lahir dan batin, hidup cinta-mencintai dan
kasih-mengasihi, di mana suami bisa membahagiakan istri, sebaliknya, istri bisa
membahagiakan suami, dan keduanya mampu mendidik anak-anaknya menjadi anak-
anak yang shalih dan shalihah, yaitu anak-anak yang berbakti kepada orang tua,
kepada agama, masyarakat, dan bangsanya. Selain itu, keluarga sakinah juga
mampu menjalin persaudaraan yang harmonis dengan sanak famili dan hidup rukun
dalam bertetangga, bermasyarakat dan bernegara.
Itulah suatu wujud keluarga sakinah
yang diamanatkan oleh Allah swt. kepada hamba-Nya, sebagaimana yang
difirmankannya di dalam kitabullah:
ومن آيته أن خلق لكم من أنفسكم أزواجا
لتسكنواإليsها وجعل بينكم مودّة ورحمة إنّ فى ذالك لأية لقوم يتفكّرون
Yang
dimaksud dengan rasa kasih dan sayang adalah rasa tenteram dan nyaman bagi jiwa
raga dan kemantapan hati menjalani hidup serta rasa aman dan damai, cinta kasih
bagi kedua pasangan. Suatu rasa aman dan cinta kasih yang terpendam jauh dalam
lubuk hati manusia sebagai hikmah yang dalam dari nikmat Allah kepada
makhluk-Nya yang saling membutuhkan.
Disamping itu, ayat tersebut juga
dengan jelas mengamanatkan kepada seluruh manusia, khususnya umat Islam, bahwa
diciptakannya seorang istri bagi suami adalah agar suami bisa hidup tenteram
bersama membina sebuah keluarga. Ketenteraman seorang suami dalam membina
keluarga bersama istri dapat tercapai apabila di antara keduanya terdapat
kerjasama timbal-balik yang serasi, selaras, dan seimbang. Masing-masing tak
bisa bertepuk sebelah tangan. Sebagai laki-laki sejati, suami tentu tidak akan
merasa tenteram jika istrinya telah berbuat sebaik-baiknya demi kebahagiaan
suami, tetapi suami sendiri tidak mampu memberikan kebahagiaan terhadap
istrinya, demikian pula sebaliknya. Kedua belah pihak bisa saling mengasihi dan
menyayangi sesuai dengan kedudukannya masing-masing.
Menurut
ajaran Islam mencapai ketenangan hati dan kehidupan yang aman damai adalah
hakekat perkawinan muslim yang disebut sakinah. Untuk hidup bahagia dan
sejahtera manusia membutuhkan ketenangan hati dan jiwa yang aman damai. Tanpa
ketenangan dan keamanan hati, banyak masalah tak terpecahkan. Apalagi kehidupan
keluarga yang anggotanya adalah manusia-manusia hidup dengan segala cita dan
citranya.
Dengan demikian, keluarga
sakinah ialah kondisi
sebuah keluarga yang sangat
ideal yang terbentuk berlandaskan Al-Quran dan Sunnah untuk mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Kebendaan bukanlah sebagai
ukuran untuk membentuk keluarga
bahagia sebagaimana yang telah dinyatakan oleh negara Barat.
Jadi, membentuk keluarga sakinah merupakan sebuah keniscayaan, khususnya bagi
keluarga muslim. Sebab berumah tangga merupakan bagian dari nikmat dan rahmat Allah
SWT yang diberikan kepada umat manusia.
Ciri-ciri Keluarga Sakinah
Pada dasarnya, keluarga sakinah sukar
diukur karena merupakan satu perkara yang abstrak dan hanya boleh ditentukan
oleh pasangan yang berumahtangga. Namun, terdapat beberapa ciri-ciri keluarga
sakinah, diantaranya :
a.
Rumah
Tangga Didirikan Berlandaskan Al-Quran Dan Sunnah
Asas yang paling penting dalam pembentukan sebuah keluarga
sakinah ialah rumah yangga yang dibina atas landasan taqwa, berpadukan Al-Quran
dan Sunah, bukan atas dasar cinta semata-mata. Hal itulah yang menjadi paduan
untuk suami istri dalam menghadapi berbagai masalah yang akan timbul dalam
kehidupan berumahtangga.
Firman Allah SWT dalam Surat An-Nisa’ ayat 59
yang artinya :
“Kemudian jika kamu selisih faham
/ pendapat tentang sesuatu, maka kembalilah kepada Allah (Al-Quran) dan
Rasulullah (Sunnah)”.
b.
Rumah
Tangga Berasaskan Kasih Sayang (Mawaddah Warahmah)
Tanpa ‘al-mawaddah’ dan ‘al-Rahmah’,
masyarakat tidak akan dapat hidup dengan tenang dan aman terutamanya dalam
institusi kekeluargaan. Dua perkara ini sangat-sangat diperlukan karena sifat
kasih sayang yang wujud dalam sebuah rumah tangga dapat melahirkan sebuah
masyarakat yang bahagia, saling menghormati, saling mempercayai dan
tolong-menolong. Tanpa kasih sayang, perkawinan akan hancur, kebahagiaan hanya
akan menjadi angan-angan saja.
c.
Mengetahui
Peraturan Berumah tangga
Setiap
keluarga seharusnya mempunyai peraturan yang patut dipatuhi oleh setiap ahlinya
yang mana seorang istri wajib taat kepada suami dengan tidak keluar rumah
melainkan setelah mendapat izin, tidak menyanggah pendapat suami walaupun si
istri merasakan dirinya betul selama suami tidak melanggar syariat, dan tidak
menceritakan hal rumahtangga kepada orang lain.Anak pula wajib taat kepada
kedua orangtuanya selama perintah keduanya tidak bertentangan dengan larangan
Allah.
Lain
pula peranan sebagai seorang suami. Suami merupakan ketua keluarga dan
mempunyai tanggung jawab memastikan setiap ahli keluarganya untuk mematuhi
peraturan dan memainkan peranan masing-masing dalam keluarga supaya sebuah
keluarga sakinah dapat dibentuk.
Firman Allah SWT dalam Surat
An-Nisa’: 34 yang artinya :
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin
bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki)
Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh,
ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada,
oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan
nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur
mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi
lagi Maha besar”.
d.
Menghormati
dan Mengasihi Kedua Ibu Bapak
Perkawinan
bukanlah semata-mata menghubungkan antara kehidupan kedua pasangan tetapi juga
melibatkan seluruh kehidupan keluarga kedua belah pihak, terutamanya hubungan
terhadap ibu bapak kedua pasangan. Oleh karena itu, pasangan yang ingin membina
sebuah keluarga sakinah seharusnya tidak menepikan ibu bapak dalam urusan
pemilihan jodoh, terutamanya anak lelaki. Anak lelaki perlu mendapat restu
kedua ibu bapaknya karena perkawinan tidak akan memutuskan tanggungjawabnya
terhadap kedua ibu bapaknya. Selain itu, pasangan juga perlu mengasihi ibu
bapak supaya mendapat keberkatan untuk mencapai kebahagiaan dalam
berumahtangga.
Firman Allah SWT yang menerangkan
kewajiban anak kepada ibu bapaknya dalam Surah al-Ankabut : 8 yang artinya :
“Dan kami
wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepadadua orang ibu- bapanya. dan jika
keduanya memaksamu untukmempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak
adapengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikutikeduanya. Hanya
kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku khabarkankepadamu apa yang Telah kamu
kerjakan”.
e.
Menjaga
Hubungan Kerabat dan Ipar
Antara tujuan ikatan perkawinan ialah untuk menyambung
hubungan keluarga kedua belah pihak termasuk saudara ipar kedua belah pihak dan
kerabat-kerabatnya. Karena biasanya masalah seperti perceraian timbul
disebabkan kerenggangan hubungan dengan kerabat dan ipar.
2.
Qurrota A’yun
“Qurroh” berasal dari kata
qorro-yaqorru yang artinya dingin dan sejuk. “Qurrota al-a’inu” artinya mata
menjadi sejuk dan dingin karena melihat sesuatu yang menyenangkan dan
membahagiakan. Menurut para mufassir, dalam ayat ini Allah SWT mempergunakan
kata a’yun (dalam bentuk jama’), karena faktor-faktor yang menyejukkan dan
menyenangkan dalam keluarga tidak hanya terbatas dari satu sudut pandang saja,
tetapi mencakup sudut pandang yang bermacam-macam antara lain umpamanya :
a.
Menyenangkan dari sudut pandang lahiriyah atau mata kepala
b.
Menyenangkan dari sudut pandang pikiran yang sehat
c.
Menyenangkan dari sudut oandang perasaan yang halus
d.
Menyenangkan dari sudut pandang nilai dan syari’at agama yang suci.
3.
Al-Ma’ruf
Al-Ma’ruf adalah pilar utama dari
kebahagiaan hidup keluarga. Kata Al-Ma’ruf sangat sulit dicari padanan katanya
yang paling pass dalam bahasa Indonesia. Dalam al-Qur’an terjemahan, kata
Ma’ruf biasanya tidak diterjemahkan, tetapi langsung disebutkan dalam bahasa aslinya,
seperti dalam ayat “Ta’muruuna bil-ma’ruf wa tanhauna ‘anil munkar” artinya
“kalian menyuruh kepada yang ma’ruf an mencegah dari yang mungkar”.
Banyak mufassir menerangkan bahwa
yang dimaksud dengan al-ma’ruf adalah segala kebaikan yang sudah dikenal
manusia dan menimbulkan perasaan tenang dan senang di dalam hati serta sesuai
dengan syari’at agama, akal sehat dan tradisi yang berlaku di masyarakat.
2.7
Kiat-kiat memilih partner hidup yang
benar
Untuk mewujudkan keluarg muslim
marhumah mubarakah perlu melalui proses yang panjang dan pengorbanan yang
besar, di antaranya:
1.
Pilih
pasangan yang shaleh atau shalehah yang taat menjalankan perintah Allah SWT dan
sunnah Rasulullah.
2.
Pilihlah
pasangan dengan mengutamakan keimanan dan ketaqwaannya dari pada kecantikannya,
kekayaannya, kedudukannya.
Dari
Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, beliau
bersabda : “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya,
keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang
beragama niscaya kamu bahagia.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
3.
Pilihlah
pasangan keturunan keluarga yang terjaga kehormatan dan nasabnya.
4.
Niatkan
saat menikah untuk beribadah kepada Allah SWT dan untuk menghidari hubungan
yang dilarang Allah SWT.
5.
Suami
berusaha menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami dengan dorongan iman,
cinta, dan ibadah. Seperti memberi nafkah, memberi keamanan, memberikan didikan
islami pada anak istrinya, memberikan sandang, pangan, dan papan yang halal,
menjadi pemimpin keluarga yang mampu mengajak anggota keluarganya menuju ridha
Allah dan surga-Nya serta dapat menyelamatkan anggota keluarganya dari siksa
api neraka.
6.
Istri
berusaha menjalankan kewajibannya sebagai istri dengan dorongan ibadah dan
berharap ridha Allah semata. Seperti melayani suami, mendidik putra-putrinya
tentang agama islam dan ilmu pengetahuan, mendidik mereka dengan akhlak yang
mulia, menjaga kehormatan keluarga, memelihara harta suaminya, dan
membahagiakan suaminya.
7.
Suami
istri saling mengenali kekurangan dan kelebihan pasangannya, saling menghargai,
merasa saling membutuhkan dan melengkapi, menghormati, mencintai, saling
mempercayai kesetiaan masing-masing, saling keterbukaan dengan merajut
komunikasi yang intens.
8.
Berkomitmen
menempuh perjalanan rumah tangga untuk selalu bersama dalam mengarungi badai
dan gelombang kehidupan.
9.
Suami
mengajak anak dan istrinya untuk shalat berjamaah atau ibadah bersama-sama,
seperti suami mengajak anak istrinya bersedekah pada fakir miskin, dengan
tujuan suami mendidik anaknya agar gemar bersedekah, mendidik istrinya agar
lebih banyak bersukur kepada Allah SWT, berzikir bersama-sama, mengajak anak
istri membaca Al-Qur’an, berziarah kubur, menuntut ilmu bersama, bertamasya
untuk melihat keagungan ciptaan Allah SWT. Dan lain-lain.
10. Suami istri selalu memohon kepada
Allah agar diberikan keluarga yang sakinah mawaddah wa rohmah.
11. Suami secara berkala mengajak istri
dan anaknya melakukan instropeksi diri untuk melakukan perbaikan dimasa yang
akan datang. Misalkan, suami istri, dan anak-anaknya saling meminta maaf pada
anggota keluarga itu pada setiap hari kamis malam jum’at. Tujuannya hubungan
masing-masing keluarga menjadi harmonis, terbuka, plong, tanpa beban kesalahan
pada pasangannnya, dan untuk menjaga kesetiaan masing-masing anggota keluarga.
12. Saat menghadapi musibah dan
kesusahan, selalu mengadakan musyawarah keluarga. Dan ketika terjadi
perselisihan, maka anggota keluarga cepat-cepat memohon perlindungan kepada
Allah dari keburukan nafsu amarahnya.
Rasulullah
SAW bersabda “Apabila Allah menghendaki, maka rumahtangga yang bahagia itu
akan diberikan kecenderungan senang mempelajari ilmu-ilmu agama, yang muda-muda
menghormayi yang tua, harmonis dalam kehidupan, hemat dan hidup sederhana,
menyadari cacat-cacat mereka dan melakukan taubat” (HR Dailami dari Abas
ra)
Menurut hadist Rasulullah SAW,
paling tidak ada lima syarat yang harus dipenuhi oleh pasangan suami istri:
a. Harus banyak mempelajari
ilmu-ilmu agama
Faktor ajaran Islam memegang peranan
penting karena ajaran agama (Islam) ini merupakan petunjuk untuk membedakan
antara yang hak dan batil, antara yang menguntungkan dan merugikan, yang pada
gilirannya merupakan pegangan dalam meniti kehidupan berkeluarga.
Salah satu contoh ajaran Islam,
walaupun seorang laki-laki dan perempuan sudah membina rumah tangga, harus
tetap berbakti kepada kedua orangtua kedua belah pihak sebagaimana sabda
Rasulullah SAW berikut ini: "Ridho
Allah tergantung kepada keridhaan orang tuanya dan murka Allah juga diakibatkan
kemurkaan orang tuanya."
Berbakti kepada orang tua bukan cuma
memberikan material semata, tetapi banyak cara termasuk berbakti kepada mereka
yang sudah meninggal dunia dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT memohon
keselamatan dan ampunan bagi mereka.
b. Akhlak dan
Kesopanan
Di
dalam rumah tangga yang bahagia sudah terjalin hubungan harmonis antara sesama
keluarga.Mereka yang muda menghormati yang tua, begitu juga sebaliknya yang tua
menghargai dan mencintai yang muda. Sikap saling menghormati dan menyayangi
dalam keluarga ini digariskan dalam sebuah hadist Rasulullah SAW: "Tidaklah termasuk umatku orang-orang
yang tidak menghormati orang tua dan orang yang tidak menyayangi orang-orang
kecil/muda."
c. Etika
pergaulan
Dalam
rumah tangga yang bahagia akan tercermin melalui keharmonisan antara sesama
anggota keluarga. Masing-masing anggota keluarga dapat menempatkan diri dan
menjalankan tugasnya masing-masing dengan penuh tanggung jawab.Suami
bertanggung jawab terhadap isteri dan anak-anak, sedangkan isteri tidak membuat
kebijakan tanpa sepengetahuan suami.Demikian pula anak-anak selalu mematuhi
kehendak orang tuanya.Dalam rumah tangga yang bahagia tidak ada perasaan saling
mencurigai dan saling salah menyalahkan.
d. Pandai Menjaga Harta Keluarga
Rumah
tangga yang serba berkecukupan dengan harta benda yang melimpah belum menjamin
penghuninya berbahagia.Malahan dengan harta melimpah disertai kedudukan yang
tinggi dan kekuasaan yang luas sering menimbulkan persoalan yang tiada
henti.Akibatnya kehidupan dalam keluarga kurang harmonis karena tidak ada lagi
komunikasi atau terbatasnya untuk bersama dalam keluarga karena sibuk dengan
kepentingan masing-masing.Inilah salah satu penyebab retaknya kehidupan rumah
tangga.Namun sebagian besar penyebab kehancuran suatu rumah tangga karena tidak
pandai berhemat dan tidak memikirkan bagaimana hidup esok hari.
e. Menyadari
Cacat Diri Sendiri masing-masing anggota keluarga (saling introspeksi)
Sudah menjadi kebiasaan sampai
sekarang tidak menyadari aib atau cacat diri sendiri. Tetapi melihat aib orang
lain sudah menjadi tren yang populer. Dalam kehidupan rumah tangga yang
bahagia, mereka tidak saling membuka aib, tetapi sebaliknya saling menutupi
aib. Kemudian yang harus disadari bahwa masing-masing orang memiliki
kekurangan dan kelebihaan.Kekurangan dan kelebihan masing-masing inilah yang
harus dimanfaatkan untuk saling mengisi dan menutupi sehinga selaras dan
serasi.
Sebagai tambahan selain kelima
faktor tadi, guna mewujudkan sebuah keluarga yang bahagia, adalah dengan tidak
melupakan hidayah dan petunjuk-petunjuk Allah SWT sebagaimana dilukiskan dalam
Alquranul karim Surat Al-Hasyr 19:
"Dan janganlah kamu
seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa
akan dirinya sendiri.Mereka itulah orang-orang yang fasik." (QS Al-Hasyr 19)
2.8
Sarana dan Prasarana
Selain
ketiga syarat tersebut (sakinah, qorrota a’yun, dan al-ma’ruf), di dalam rumah
tangga yang Marhumah Mubarokah harus ada pula beberapa sarana pendidikan yang
memadai dan fungsional, yaitu :
a. Mushola Keluarga
b. Perpustakaan Keluarga
c. Ruang Tamu
d. Ruangan-ruangan Khusus
e. Asesoris atau hiasan rumah yang bernuansa
Islami
2.9 Hubungan Keluarga Muslim dengan Masyarakat
Orang
sering menyebut-nyebut tentang “masyarakat madani”. Sebuah
gambaran tentang masyarakt sukses yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad
Saw.
Begitu
inginnya masyarakat/ummat berada dalam sebuah masyarakat yang makmur, aman,
tentram dan damai, sehingga segera saja ide untuk menciptakan masyarakat
seperti itu disambut dengan hangat. Sayang sekali tidak mudah kita menemukan
tulisan yang menerangkan cara mencapainya. Bahkan masih banyak muslimin tidak
memahami tahapan-tahapan amal dalam menegakkan Islam, padahal masyarakat yang
diidamkan tadi sebenarnya bukan merupakan tujuan akhir penegakkan Islam.
Islam menghendaki agar pilar-pilarnya dibangun pertama kali di dalam dada
individual kemudian di dalam sebuah rumah tangga kemudian dalam sebuah
masyarakatà kemudian sebuah negaraà kemudian sebuah khilafahà kemudian di atas
seluruh permukaan bumià sebelum akhirnya tegak di seluruh alam semesta ini,
Insya Allah.
Keluarga
merupakan salah satu elemen yang akan membangun sebuah masyarakat, dan seperti
tadi telah disebutkan, menegakkan Islam dalam keluarga merupakan salah satu
tahapan dalam mewujudkan cita-cita Islam. Dengan pemahaman tentang ini tidak
terlalu sulit untuk menyimpulkan bahwa sebuah keluarga sakinah (Keluarga
yang berhasil menurut standar Islami) adalah cerminan sebuah masyarakat madani. Sedangkan masrakat madani sendiri merupakan standar Islami
tentang sebuah masyarakat yang ”makmur, aman, tentram dan damai”.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Keluarga adalah satu institusi sosial
karena keluarga menjadi penentu utama tentang apa jenis warga masyarakat.
Apabila keluarga kukuh, maka masyarakat akan bersih dan kukuh.
Namun apabila rapuh, maka
rapuhlah masyarakat. Begitu
pentingnya keluarga dalam menentukan kualitas masyarakat,
sehingga dalam pembentukan sebuah keluarga harus benar-benar mengetahui
pilar-pilar membangun sebuah keluarga.
Mewujudkan keluarga sakinah adalah dambaan
setiap manusia. keluarga sakinah ialah kondisi keluarga yang sangat ideal
yang terbentuk berlandaskan Al-Quran dan Sunnah untuk mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Kebendaan bukanlah sebagai ukuran untuk
membentuk keluarga bahagia.
Membangun keluarga sakinah
tidaklah mudah, banyak yang
mengalami kesulitan
DAFTAR PUSTAKA
Syaikh Abu Munir
Abdullah bin Muhammad Utsman Adz Dzammari. Buku Saku Indahnya Pernikahan Dalam
Islam. 2009. Surabaya : At-Tuqa.
PENILAIAN PRESENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Kelas : 1 A
Kelompok : 9
Nama dan NPM : 1. Anisa Fadilla (14.04.309)
2. Riyan Hepriyansah (14.04.)
Kriteria
|
Sangat Baik
(90)
|
Baik
(80)
|
Cukup
(70)
|
Kurang
(60)
|
Nilai
|
Isi Presentasi
|
|
|
|
|
|
Slide
|
|
|
|
|
|
Kesinambungan Slide
|
|
|
|
|
|
Penguasaan Materi
|
|
|
|
|
|
Bobot Materi
|
|
|
|
|
|
NILAI RATA-RATA
|
|